Kawan-kawan semua, saya ingin berbagi cerita nih.
Malam itu, selepas memberikan materi “Studium Generale” bagi adik-adik mahasiswa di wilayah Nginden-Surabaya, seorang mahasiwa (bukan mahasiswi) yang cukup good looking (Tinggi, tidak kurus ataupun gemuk, rambut oke, pakaian rapi, kulit putih, gigi rata, senyum mantap. Yah ciri lainnya kurang lebih mirip-mirip saya begitu) menghampiri dan menjabat tangan saya. Ia menanyakan judul buku yang isinya sempat saya bahas panjang lebar dalam studium generale barusan. Setelah memberikan judul buku berikut nama penulisnya kamipun berkenalan dan bertukar handphone . . eh bertukar nomer handphone. Ia mengaku sebagai mahasiswa di salah satu kampus negeri ‘XXXX’ di Surabaya. Sebut saja nama mahasiswa ini “Melati”. Halah, kok Melati sih Mas?. Kayak inisial korban pelecehan seksual di koran-koran kriminal. Baiklah, saya revisi. Sebut saja namanya “FD”. Sungguh momen menyenangkan dan menjadi penghargaan tersendiri bagi saya bisa menyapa dan menjabat tangan mas FD dikesempatan yang singkat itu.
Keesokan harinya, HP saya bergetar. Rupanya ada SMS masuk dari Mas FD. Isinya kurang lebih begini : FD : “Mas, pny jejaring sosial?. sy ingin diskusi pjng lebar trkait pngmbangn diri.” (Oo, saya pikir habis update status. Mau ngasih tahu saya J)
Saya : “Maaf Dek, sy ndak pny social network. Kalau mau diskusi silahkn lwt email.”
FD : “Bgmna Mas utk membangun mental yg lagi terpuruk krna faktor psikis?”
Sebenarnya jawaban pertanyaan diatas bisa sangat singkat nan efektif. Hanya saja seorang penanya yang lagi serius kalau diberi jawaban yang singkat-singkat biasanya ndak bisa terima lalu terus mengejar sampai ketemu jawaban yang panjang. Sebagai contoh dalam kesempatan mengisi materi dibeberapa tempat, saya sering mendapatkan pertanyaan seperti ini :
- “Mas, bagaimana caranya supaya tidak malas?.”
- “Gimana Mas caranya bisa PeDe pas ngomong di depan banyak orang.?”
- “Apa tipsnya supaya tidak grogi saat membawakan materi?.”
- “Apa rahasianya tidak ngantuk pas ndengerin materi pelatihan?.”
- “Bgmn caranya spy tidak memikirkan orang lain yg menyakiti kita?”
Semua pertanyaan diatas biasanya saya jawab dengan sangat singkat sebagai berikut :
- “Caranya tidak malas? : Ya jangan malas!.”
- “Caranya bisa PeDe? : Ya PeDe saja!.”
- “Tips supaya tidak grogi? : Ya jangan grogi!.”
- “Supaya tidak ngantuk? : Ya tidur dulu yang lama!.”
- “Spy tidak memikirkan orang lain yg menyakiti kita? : Ya jangan dipikirkan!”
Anda bisa nilai sendiri apakah jawaban saya yang singkat itu benar atau salah. Pastinya Mas FD bakal frustasi atau minimal gigit jari sambil mata berkaca-kaca kalau saya menjawab pertanyaannya dengan singkat. He..he.
Akhirnya saya menjawab seperti ini :
Saya : “Faktor pngaruh psikis itu contohnya apa ya Dek? Setahu saya keadaan mental itu dipengaruhi oleh keadaan pikiran. Kalau ada masalah di mental pasti ada masalah dalam pikiran atau dalam proses berpikir kita. Pikiran manusia bekerja secara holographic dan selalu bersifat cross reference. Itu artinya tidak ada pikiran yang berdiri sendiri. Sebuah pengalaman dimasa lalu atau kejadian beberapa saat yang lalu akan dgn mudah mempengaruhi pola pikir kita. Ujung2nya mental juga yang kena.”
FD : “Iya itu termasuk persoalan pengaruh psikis saya mas. Begini mas, beberapa saat yang lalu saya mengalami kegagalan mental yang sangat mendasar akibat banyak faktor. Yang paling mendasar saya mencintai seseorang dan kita bersama selama 3 tahun mas, tapi di akhir cerita trnyata orang tuanya tidak stuju dngn saya. Dan dia sebentar lagi dijodohkan dengan pilihan orangtuanya. . . .Semua ini tidak lepas dari pengaruh mental masa kecil saya, karena saya ditinggal Ibu meninggal sejak umur 1 tahun. Makasih mas.”
Oke. Paling tidak sekarang masalahnya sudah terpetakan. Saya memutuskan untuk tidak menjawab lagi pertanyaan dari mas FD lewat HP. Namun saya berjanji akan membalasnya lewat artikel khusus bin spesial yang akan saya posting dalam blog secepatnya. Alhamdulilah pada akhirnya tulisan itu adalah artikel yang sedang Anda baca sekarang. Oh iya, saya ingin meminta maaf kalau artikel ini lumayan panjang dan harus bersambung sampai beberapa postingan. Hal ini lebih baik saya sampaikan diawal sebab saya khawatir Anda yang tidak biasa membaca artikel panjang bisa mual mendadak, pusing atau bahkan sampai frustasi lantas gantung diri dibawah pohon lombok gara-gara ndak selesai-selesai baca artikelnya.
Sebelum melanjutkan tulisan ini, saya ingin mengucapkan selamat pada mas FD dan salut sebesar-besarnya karena telah memutuskan untuk curhat dan berbagi masalah kepada saya. Sebab tidak semua lelaki mau berbagi dan mencurahkan perasaannya karena ego dan perasaan malu yang memenjarakan dirinya dalam kepalsuan. Lebih baik mencurahkan perasaan daripada menangis sendirian dikamar mandi dan akhir-akhirnya malah gantung diri. Asal tahu saja bahwa laki-laki dengan ketulusan hati dan cinta yang ikhlas seperti milik mas FD hanya pantas dimiliki oleh seorang wanita yang luarbiasa.
Oke, setidaknya ada tiga permasalahan yang akan kita bahas disini. Pertama, tentang membangun mental. Kedua, masalah pengembangan diri. Dan terakhir, yaitu pembahasan tentang masalah yang saya sukai : Cinta dan jodoh.
Di atas, saya sempat menyinggung cara kerja pikiran yang bersifat holographic dan bersifat cross reference. Saya akan berusaha menjelaskan membangun mental dari sini. Kenapa harus dari pikiran? Karena dari sinilah pokok permasalahan mental biasanya berawal. Dalam bukunya Adi W. Gunawan, dijelaskan bahwa proses pemrograman pikiran sebenarnya telah terjadi sejak seorang anak masih di dalam kandungan, sejak ia berusia 3 bulan. Pada saat ini pikiran bawah sadar telah bekerja sempurna, merekam segala sesuatu yang dialami seorang anak dan ibunya. Semua peristiwa, pengalaman, suara, atau emosi masuk dan terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar dan menjadi program pikiran.
(bersambung di bagian 2)
Terimakasih mas atas artikel ini.
Sangat bermanfaat sekali.
Tetap semangat, Mas.
LikeLike