(3 Minutes reading)
Kendati tergolong pribadi jenius dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata kolega sebayanya, Benjamin Franklin tak serta merta jumawa atau merasa lebih pintar. Franklin sadar bila ia pintar, namun ia juga cukup cerdas untuk menyadari bahwa ia tak mungkin benar tentang segala hal. Inilah mengapa dalam setiap membangun argumen atau men-challenge pendapat, Franklin selalu menyampaikan kalimat “pengantar” berbunyi: “I could be wrong, but…”, sebelum mengutarakan gagasan pokoknya.
Continue readingTak peduli berapa lama ia sanggup hidup di hutan atau padang rumput, Singa terhebat sekalipun, pada akhirnya harus menyerah pada usia. Suka atau tak suka, singa terkuat pada saatnya nanti akan menyerahkan nasib pada alam atau kebuasan hewan lain. Lalu mati dengan menyedihkan. Boleh saja kita menganggap itu tak adil atau kejam, namun begitulah dunia.
Continue readingIni tulisan yang saya buat untuk salah seorang penanya dalam sesi Q&A pada followership webinar sebuah BUMN di Jakarta. Semoga bermanfaat. Salam Followership!.
PERTANYAAN: Selamat siang mas Muhsin, salam kenal nama saya Indra, kebetulan kita satu almamater juga di ITS, Mas. Pagi tadi saya menyimak materi mas Muhsin di webinar M***Talks. Terima kasih banyak atas sharingnya, namun ada yang ingin saya tanyakan. Tadi dijelaskan dalam mengembangkan followership dikehidupan pribadi, kita harus mengenal 2 point yaitu apa yang mau dicapai dan menyadari apa kelebihan kita.
Pertanyaannya, ketika kita sudah berkerja keras seperti saat ini, banyak hal yang mau dicapai, baik dalam hal karir, rencana usaha, keluarga, dan juga capaian kesehatan diri. Bagaimanakah caranya memilah prioritas hal yang untuk dicapai?. Pertanyaan selanjutnya saya kadang masih ragu dengan apa sebetulnya kelebihan saya. Bagaimanakah menemukan solusinya?. Terimakasih atas jawabannya mas.
Continue readingDalam berbagai kesempatan diskusi serius maupun obrolan santai di warung kopi, saya selalu memikirkan bagaimana caranya mengajarkan followership sedini mungkin ke generasi muda Indonesia. Bila perlu ke anak SD atau TK sekalipun. Semakin dini mereka mengenal konsep interdependensi Leadership dan Followership tentunya akan semakin baik. Agar informasi yang diterima sejak kecil hingga dewasa tidak berat sebelah ke wacana-wacana Leadership saja. Kalau ada leader tentunya ada follower. Harapannya ketika dewasa nanti anak-anak kita memahami konsep ketergantungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang siap memimpin dan juga siap untuk dipimpin.
Bersama seorang kawan yang berpengalaman belasan tahun membuat ilustrasi, karikatur maupun gambar kartun/animasi pada akhirnya muncullah Leda & Folla. Karakter kartun yang merupakan kakak beradik kembar fraternal yang memiliki curiousity besar untuk mempelajari leadership-followership. Dengan kehadiran Leda & Folla kami berharap belajar followership-leadership akan lebih menarik dan simple. Terutama untuk segmentasi anak dan remaja. Oh iya, ini baru seri pertama dari serial belajar followership dimana targetnya akan dibuat sebanyak 20 seri. Mohon doa dan support Kawan2 semua agar kami bisa terus berkarya dan meyelesaikan serial Leda & Folla secepatnya. Terimakasih, salam Followership!.
Continue readingBeberapa waktu lalu saya menghadiri online meeting bincang-bincang santai namun meaningful. Judulnya C-level Talk. Acara virtual ini konsisten menghadirkan sosok para eksekutif korporasi swasta maupun non swasta, profit maupun nirlaba untuk sharing knowledge, cerita karir, tips & trick leadership, dll. Dibelakang C-level Talks ada Career Coach René Suhardono. (Suhardono ya, bukan Budiono. 😀). Nama yang tak asing lagi di dunia pengembangan diri dan korporasi. Beliau sendiri juga rutin menjadi host saat sesi berlangsung. Kebetulan waktu itu yang menjadi narasumber adalah Bu Dian Siswarini, President director XL Axiata – a mobile telecommunications services operator company.
Pertamina Corporate University Gelar Bedah Buku bersama Pakar Followership asal Kanada
Mengoptimalkan peran followers dalam pembangunan adalah tantangan tersendiri yang sangat menarik bagi para leaders di zaman yang sudah serbacanggih ini. Hal tersebut dikupas dalam empat episode sharing session daring bertajuk #SimakKamis seri Sustainable City tentang leaders-followers relationship yang diadakan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada bulan Agustus.
Sudah seminggu lebih mereka melakukan isolasi mandiri. Bukan #stayathome dirumah bersama keluarga, tapi justru ditempat kerja. Lebih tepatnya di PLTU. Ya PLTU yang itu, Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Lokasinya di PLTU Barru, Sulawesi Selatan. Apakah sebelumnya saya pernah berjumpa dengan mereka?. Belum. Tapi saya pernah berinteraksi dengan “versi lain” dari mereka yang ada di PLTGU Priok di Jakarta. Mereka yang saya maksud disini ialah para pekerja PT Indonesia Power di PLTU Barru.
“Saya hampir dipecat gara-gara rekan sekantor yang penjilat”.
Demikian bunyi curhatan salah seorang karyawan sebuah perusahaan yang masuk ke handphone saya.
Usut punya usut ternyata duduk perkaranya sepele. Pekerjaan tim yg selesai tepat waktu dan hasilnya bagus selalu diklaim sebagai ide dan keberhasilan sang penjilat.
“Yang dapat pujian dari Pak Bos, dia. Yang deket sama Atasan, dia. Yang diminta maju presentasi juga dia. Apa-apa serba dia deh, Mas. Usaha dan kerja keras saya seakan-akan tidak terlihat. Padahal saya yang mendesain dan mengerjakan proyek tersebut sampai lembur-lembur!”, keluhnya.
“Punten Pak. Bapak duduk manis saja. Ini masalah kecil, ndak pantas kalau Manager turun tangan langsung. Biar kami yang handle. Daripada nanti tambah kacau.”.
.
.
“Mohon maaf sebelumnya Bu. Ibu kan orang baru. Belum paham culture disini. Saya yang sudah 9 tahun saja ndak bisa merubah cara kerja Divisi ini. Yang penting kan target dan KPI selalu tercapai.”
.
.
“Ah, kalau meeting Elu mah orangnya suka ngantuk. Sering gak nyambung juga. Mirip banget ama atasan Lu”.
You must be logged in to post a comment.