Road to 2023
Nulis Lepas, Tanya Jawab

Mental Blok dan Cinta Galau untuk FD di Surabaya (bagian 2)


Saat terlahir ke dunia, kita lahir hanya dengan satu pikiran yaitu pikiran bawah sadar. Bekal lainnya adalah otak yang berfungsi sebagai hard disk yang merekam semua hal yang kita alami. Secara lazim ini disebut pikiran sadar. Sejak lahir, dan sejalan dengan proses tumbuh kembang, kita mengalami pemrograman pikiran terus menerus, melalui interaksi kita dengan dunia di luar dan di dalam diri kita.

Pada anak kecil, yang memprogram pikirannya adalah terutama kedua orangtuanya, pengasuh, keluarga, lingkungan, guru, TV, dan siapa saja yang dekat dengan dirinya. Saat masih kecil pemrograman terjadi dengan sangat mudah karena pikiran anak belum bisa menolak informasi yang ia terima. Ketidakmampuan memfilter informasi ini disebabkan karena pada saat itu critical factor, atau faktor kritis, dari pikiran sadar belum terbentuk. Kalaupun sudah terbentuk critical factor masih lemah.

Pemrograman pikiran saat anak masih kecil terjadi melalui dua jalur utama yaitu melalui imprint dan misunderstanding. Definisi imprint adalah “a thought that has been registered at the subconscious level of the mind at a time of great emotion or stress, causing a change in behavior” atau imprint adalah apa yang terekam di pikiran bawah sadar saat terjadinya luapan emosi atau stress, mengakibatkan perubahan pada perilaku.

Misunderstanding adalah salah pengertian yang dialami seseorang saat memberikan makna kepada atau menarik simpulan dari suatu peristiwa atau pengalaman.

Baik imprint maupun misunderstanding, setelah terekam di pikiran bawah sadar, akan menjadi program pikiran yang selanjutnya mengendalikan hidup seseorang.

Satu hal yang perlu kita mengerti yaitu bahwa semua semua, program pikiran adalah baik. Program pikiran selalu bertujuan membahagiakan kita. Program pikiran diciptakan atau tercipta demi kebaikan kita berdasarkan level kesadaran dan kebijaksanaan kita saat itu. Program pikiran menjadi mental block apabila bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau tujuan kita. Sebaliknya program pikiran akan menjadi batu lompatan (stepping block) bila bersifat mendukung kita.

Sebagai contoh yang menghambat kita adalah kisah dari salah seorang kawan saya. Sebut saja namanya Maru (nama lengkapnya Maruto Klopo). J

Sebagai seorang lelaki normal yang memiliki penghasilan tetap dan berwajah cukup tampan, Mas Maru seharusnya dengan mudah mendapatkan kekasih atau pasangan hidup. Pada kenyataannya di usia 29 tahun ia masih membujang dan sulit mendapatkan pasangan hidup. Sebentar, klaim sulit mendapatkan pasangan bukan karangan saya, Mas Maru sendiri yang mengatakannya pada saya. Ia merasa kesulitan ketika ingin menjalin hubungan dengan wanita manapun. Jangankan bisa menjamin hubungan, untuk berkenalan saja ia tidak memiliki kepercayaan diri yang baik. Tidak tahu bagaimana harus memulai dan galau tiada beralasan. Kalau diajak ngobrol sama perempuan bawaannya kaku dan keringat sebesar biji jagung menetes deras.

Selidik punya selidik, ternyata ada program pikiran bawah sadar milik Mas Maru terkait kondisi dalam keluarganya. Ia sejak SD dibesarkan oleh seorang Ibu Tiri. Kedua orangtuanya berpisah. Dikatakan berpisah karena saat berumur 2 tahun Sang Ibu yang masih belia kabur begitu saja entah kemana meninggalkan Maru kecil bersama sang Ayah. Pada akhirnya saat menginjak kelas 2 SD sang Ayah menikah lagi dengan seorang perempuan yang juga telah memiliki dua orang anak seumuran Mas Maru. Singkat kata, dalam perjalanannya menuju dewasa Mas Maru tidak mendapatkan kasih sayang seorang Ibu yang semestinya. Ibu tirinya cukup baik dan tidak jahat padanya akan tetapi lebih perhatian dan lebih sayang pada kedua anaknya sendiri ketimbang pada anak tirinya.

Pandangan dan opini bawah sadar yang diciptakan oleh pikiran mas Maru sendiri telah menciptakan mental blok yang membuatnya menciptakan stigma negatif pada setiap wanita yang dikenalnya. Ini seperti misogyny level rendah yang berujung pada ketakutan untuk menjalin hubungan atau komitmen lebih dalam pada seorang wanita meskipun ia sendiri mendambakan kehadiran seorang wanita. Keadaan psikologi yang dialami mas Maru dengan program pikiran seperti itu tentu tidak mudah diubah. Apalagi sudah terpupuk selama puluhan tahun. Inilah mental blok yang dimiliki mas Maru. Dalam hati yang paling dalam, saya bersyukur ia tidak menjadi seorang gay atau anggota kaum nabi Luth.

Dalam kasus mas FD, saya tidak bisa begitu saja menyimpulkan mental blok model apa yang menghinggapinya. Perlu penelusuran dan interview lebih lanjut. Sebenarnya mental blok ini bisa kita cari sendiri secara mandiri dengan beberapa teknik pembangunan mental. Bisa juga dengan perenungan religious secara mendalam. Saya doakan supaya mas FD bisa menemukan mental blok-nya sendiri. Bagaimana kalau tidak ketemu? Kalau tidak ketemu ya sudah jangan dicari. Suatu program pikiran selama tidak bersifat menghambat diri maka biarkan saja. Jangan diotak-atik. Tidak perlu harus dipaksakan untuk ada. Mental blok akan kita rasakan saat ada penolakan atau hambatan untuk mencapai suatu target tertentu atau target yang lebih tinggi. Penolakan ini juga timbul saat kita ingin berubah.Lebih baik waktu yang ada digunakan untuk belajar dan mengembangkan diri ketimbang habis untuk mencari program pikiran yang salah di otak kita. Kekhawatiran karena tidak menemukan mental blok justru bisa menjadi mental blok baru.

Oke, sekarang masalah yang kedua. Pengembangan diri. Bagaimana kita bisa mengembangkan diri? Sebenarnya jawabannya gampang : Belajar terus saja. Masalahnya belajar apa, selama apa dan harus sedalam apa?. Kalau saat ini kamu berstatus mahasiswa barangkali sudah ada gambaran di benak mau jadi apa setelah lulus nanti. Karena jurusan yang kamu ambil saat ini biasanya adalah pilihan hati dan sesuai dengan kesukaan. Lha, lantas kalau jurusan yang saya ambil sekarang ini sama sekali bukan minat saya dan tidak sesuai pilihan saya gimana mas? Waduh, kalau memang begitu hancur sudah. Ini bagaikan orang buta kehilangan tongkat. Seperti jaman saya kuliah dulu. Sudah hampir dipastikan kalau bangku kuliah bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Kalau kamu sudah tahu harus jadi apa setelah kuliah nanti berarti lebih enak : tujuannya jelas. Tinggal mendalami saja apa-apa yang dibutuhkan untuk mencapai cita-cita dengan lebih serius dalam perkuliahan.

Dalam buku “In Search of Your True Self” karya Walter Staples, dikatakan bahwa bila kita fokus hanya pada satu hal saja, belajar sungguh-sungguh hanya mengenai hal itu saja selama 5 tahun, ya kamu tidak salah baca : 5 tahun, maka kita akan menjadi pakar dalam bidang tersebut. Jadi mestinya kalau setelah lulus kuliah kita fokus dengan cita-cita kita mestinya dalam 5 tahun apa yang kita cita-citakan bisa tercapai. Well, idealnya sih begitu. Sayangnya kita hidup di dunia yang tidak ideal. Banyak tuntutan hidup dan godaan yang menyebabkan kita tidak fokus dengan cita-cita kita. Tidak munafik, apa yang disebut ketidak-fokusan pernah berkali-kali menghujam otak dan tubuh saya. Seringkali saya harus megap-megap dan mengalami kejang otak serius hanya untuk meneguhkan hati dan men-sugesti diri agar tetap fokus pada cita-cita. Memang sulit, butuh pengorbanan, makan hati dan terkadang membuat kita gila separuh stress untuk memperjuangkan satu kata : fokus.

Kalau kondisi kamu sekarang ini seperti orang buta diatas maka langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah mempertanyakan alasan kamu kenapa memutuskan untuk kuliah. Buat apa sih kuliah? Buat apa sih sekolah? Buat saya pribadi, sekolah bukan untuk semata-mata cari ilmu atau pengetahuan belak. Sekolah adalah sarana untuk membangun kepribadian, membangun konsep berpikir dewasa dan kesempatan bereksplorasi melakukan banyak kesalahan. Demonstrasi, berpetualang, berdebat, adu argumentasi, sampai terancam dikeluarkan adalah pengalaman saya semasa sekolah dulu. Percuma punya gelar sarjana tapi mental kamu seperti tempe dan karaktermu memble. Apalagi setelah lulus sikap Anda apatis, tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Sekolah adalah tempat untuk  membangun idealisme. Kesempatan mengasah idealisme seperti kejujuran, keberanian, kedewasaan diri, religiusitas, dsb datang pada saat kamu bersekolah dan terlebih lagi saat kuliah. Saat kuliah adalah tempat menempa terakhir. Sebab setelah lulus, dunia nyata yang sangat kejam dan pragmatis sudah menanti.

Sebagai bahan refleksi untuk apa kamu kuliah silahkan kunjungi tulisan ridwansyah yusuf disini.
(bersambung ke bagian 3)

About muhsin budiono

Karyawan, Followership Practitioner dan Penulis Buku. Mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Marine Engineering (Lulus tahun 2006) dan Narotama University studi Management (Lulus tahun 2014). Followership Practitioner pertama di Indonesia [Certified by Ira Chaleff, Belgium-2017]. Anggota ILA (International Leadership Association). Pemegang Rekor MURI (Museum Rekor Dunia-Indonesia). Disaat banyak orang Indonesia memuji dan mendalami Leadership, muhsin memilih jatuh hati pada Followership sejak 2007 yang lalu. Di tahun 2013 muhsin menulis buku tentang belajar Followership ala Indonesia berjudul "The Jongos Ways" (TJW) yang fenomenal dan menggugah ribuan pekerja di Indonesia. Berbekal buku TJW muhsin semakin getol membumikan Followership ke seluruh penjuru nusantara secara cuma-cuma/tanpa memungut biaya melalui kegiatan-kegiatan seminar, bedah buku, pembuatan video animasi hingga konsultasi gratis. Hal itu dilakukan sebab menurutnya Indonesia sudah “terlambat” lebih dari 23 tahun dalam mengembangkan Followership. Atas upayanya tersebut pada akhir tahun 2014 muhsin mendapat undangan dari International Leadership Association untuk menghadiri International Followership Symposium di Amerika sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia. Disana ia intens berdiskusi dengan beberapa pakar followership dunia dan dinisbatkan sebagai pemerhati followership pertama dari Indonesia. Di tahun 2016 Muhsin juga mendapat kehormatan untuk berbicara tentang Followership dihadapan ratusan praktisi Human Resources di Indonesia dalam forum nasional the 8th Indonesia Human Resources Summit (IHRS). Sementara ini muhsin berkarya di Perusahaan Migas Nasional kebanggaan Indonesia: PT Pertamina (Persero) dan sedang mengumpulkan serta menyusun kerikil demi kerikil untuk dijadikan batu lompatan dalam meraih cita-cita sebagai International Islamic Followership Trainer di tahun 2023 mendatang. Muhsin juga memiliki keinginan kuat untuk resign bekerja agar bisa kuliah/belajar lagi di Saudi Arabia guna mendalami teori Islamic Followership yang sedang dikembangkannya.

Discussion

No comments yet.

Your Comment Please . . .

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Road to International Islamic Followership Trainer

18 June 2023
85 days to go.

Buku Karya Pertama

JTIG : Jadi Trainer itu Gampang

Jadi Trainer Itu Gampang : Panduan Praktis untuk Memulai Menjadi Trainer dan Pemandu Pelatihan di Usia Muda. (LMT Trustco - Jakarta)

Buku Karya Kedua

The Jongos Ways : Pekerja Tangguh yang Bahagia dan Penuh Manfaat itu Anda (Penerbit : Elex Media Komputindo)

Buku Karya Ketiga

Berani Berjuang: Realita Cinta, Pertamina dan Bangsa Indonesia (A tribute to Mr. Ugan Gandar). Elex Media Komputindo

Buku Karya Keempat

Memorable Book Banjir Bandang Kota Bima - NTB tanggal 21 & 23 Desember 2016 (Elex Media Komputindo)

Follow me

Error: Please make sure the Twitter account is public.

Follow me on Twitter

%d bloggers like this: