Kemarin ada pesan singkat masuk di Smartphone saya. Pengirimnya seorang remaja putri di Bandung. Isinya begini: “Mas muhsin, apa bedanya anak muda jaman sekarang sama anak muda jaman dulu?.”
Alhamdulillah, mojang Bandung ini manggil saya “Mas” bukan “Pak”. Berarti saya dianggap masih muda. Berarti dia cerdas dan matanya tidak bermasalah. ^_^
Terus terang saya tidak mengenal baik anak ini, hanya pada kesempatan sebelumnya ia pernah mengajak saya berdiskusi tentang anak muda yang galau namun merindukan prestasi. Dan sama seperti kemarin, diskusi sebelumnya berlangsung lewat WhatsApp. Kebayang susahnya kan. Daripada jadi panjang-lebar saya putuskan untuk menjawab secara singkat : “Kamu lagi suntuk gara-gara UN ya Dek? Sebenarnya nggak ada bedanya. Cuma yang jelas anak muda jaman dahulu ya sekarang ini sudah pada tuwir (tua) semua.” jawab saya asal.
Nah, ini jawaban saya yang agak serius. Semoga dia membacanya. Anak muda jaman dulu tidak suka yang instan-instan, beda dengan anak muda jaman sekarang. Anak muda jaman dulu tidak gampang ragu, tidak mudah putus asa. Pemuda jaman sekarang? Kamu bisa jawab sendiri. Dulu pemuda kita harus susah payah cari info, recommendation letters, dan ngurus dokumen beribet untuk bisa kuliah gratis keluar negeri. Pemuda sekarang lebih enjoy pakai jasa konsultan pendidikan dan lembaga swasta.
Dulu di tahun 70-an untuk bisa membuat origami bangau kertas anak muda kita perlu tanya sana-sini atau mendatangi orang yang tepat. Dari situ ia akan belajar menyusun pertanyaan dan berkomunikasi dengan baik dan berkenalan dengan orang baru. Ini jelas meningkatkan rasa percaya diri, mengasah speaking ability, memperluas jejaring, dsb. Anak muda sekarang tinggal Googling di Yahoo! (emang kalau Googling di Yahoo! ya? Mestinya di internet. He..he) atau buka Yusup…eh Youtube, dalam sekejap berbagai video tuntunan membuat bangau kertas, ikan dugong, gorila bunting atau dinosaurus sekalipun bisa tampil didepan mata.
Di jaman baheula, untuk bisa membuat secangkir cappucino perlu perjuangan yang luarbiasa. Anak muda kita harus rela merogoh kocek dan menggali informasi dari banyak sumber. Dari situlah petualangan bermula, bahkan sampai keluar negeri. Hingga ketika secangkir cappucino akhirnya dapat benar-benar tersaji didepan mata cita rasanya akan melebihi ekspektasi sebab ada nikmat kepuasan batin tersendiri yang muncul. Istilahnya : sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan mendapatkannya. Nah, dijaman sekarang? Cukup sediakan air panas dan cappucino kemasan sachet maka selesai perkara. Mudah dan cepat. Saking cepatnya sampai-sampai anak muda sekarang tidak tahu bedanya antara Cappucino, Espresso, Latte dan Mocca.
Kemajuan budaya dan teknologi dijaman sekarang secara tidak langsung juga telah mendidik anak muda kita untuk mencintai hal-hal yang instan/cepat saji. Bahkan, sampai dengan kesuksesan pun mereka inginnya yang instan-instan. Padahal, sukses secara instan hanya bisa kita dapatkan dari dalam sebuah kamus.
Menyukai “ke-instan-an” secara serampangan sejatinya membuat jiwa kita rentan, gampang ragu dan mudah menjumpai keputusasaan. Bukan rahasia umum kalau keraguan itu adalah musuh dari keyakinan. Disaat kita ragu sesungguhnya kita tengah berada dalam keadaan yakin : Yakin untuk gagal.
Menjadi anak muda nggak boleh ragu dalam bertindak. Kalau anak muda ragu itu namanya bukan anak muda, tapi “anak tua”. He..he.
Buya Hamka pernah menasehati kita kalau kehidupan itu laksana lautan: ” Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”.
Jangan takut jatuh karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh, jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagallah yang tidak pernah melangkah, Jangan takut salah, karna dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan baru dan mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua.
Take action, make it happen. Semua bisa terjadi dengan ijin Allah Ta’ala dan ikhtiar kita yg kuat. Jangan mundur bila bertemu masalah. Cukup lakukan instrospeksi setelah itu hujamkan kalimat ini dalam hati : “Sebesar-besarnya masalahku, masih lebih besar lagi cinta-Nya padaku”.
Jangan putus asa bila menemui kegagalan. Bila ikhtiar sudah sungguh-sungguh maka serahkan hasil akhirnya pada Allah Ta’ala. Sebab hasil akhir adalah hak-Nya semata. Menyerahkan hasil akhir pada Allah setelah ikhtiar yang sungguh-sungguh sering disebut sebagai tawakal. Kalau belum sungguh-sungguh dan habis-habisan berjuang tapi sudah keburu tawakal maka itu namanya terperdaya, bukan tawakal.
Anak muda yang sukses tanpa pernah bertawakal bisa berakhir menjadi pribadi yang sombong dan angkuh. Sedangkan mereka yang gagal tanpa pernah bertawakal bisa terjebak pada keputusasaan.
Maka waspadailah keputusasaan, sebab ia adalah senjata utama setan. Orang yang putus asa secara otomatis telah menjadi Atheis, sebab saat itu ia telah berhenti mempercayai pertolongan Tuhan. *Ngeri euy.
muhsin-budiono
Discussion
No comments yet.