“Saya makin tua. Itulah sebabnya saya mengundurkan diri, . . .”
Itu pernyataan dari Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad ketika mundur dari jabatan penasihat di Petronas pada desember 2013 silam. Usia Mahathir saat itu 88 tahun dan sudah hampir 10 tahun menjadi penasihat Petronas. Apakah seluruh publik Malaysia menanggapi positif maklumat tersebut?. Tidak. Banyak masyarakat, anggota parlemen dan terutama simpatisan partai berkuasa saat itu (Umno) yang mencibir kemunduran Mahathir sebagai kemunafikan dan kamuflase belaka. Pada intinya mereka berpendapat bahwa Mahathir tidak mungkin melepas begitu saja pengaruhnya di Petronas, mengingat keluarganya memiliki kepentingan di bisnis migas serta banyak hal untuk dipertaruhkan jika memutus hubungan dengan perusahan tersebut.
Lantas bagaimana dengan kabar pengunduran diri Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, yang tengah menjadi trending topic?. Memang tidak apple-to-apple jika membandingkan kondisi Karen dengan Mahathir, dan memang saya tidak berniat mengomparasi keduanya. Kisah Mahathir saya nukil hanya untuk memberikan gambaran pada kita semua bahwa sebaik dan sejujur apapun alasan yang dikemukakan seorang tokoh besar/berpengaruh tetap saja akan selalu ada orang-orang yang meragukan dan tidak percaya. Resign dari suatu jabatan memang hak seseorang, demikian pula dengan penilaian seseorang. Anda boleh saja tidak suka dengan penilaian orang namun menilai adalah hak setiap individu dan tanggungjawabnya mutlak di pundak masing-masing.
Maka wajar saja kalau muncul berbagai spekulasi, seperti opini Arief Rahman (Direktur Eksekutif Institut Proklamasi) yang menilai kalau ada keanehan dan something wrong pada alasan mundurnya Karen. Atau prediksi Mantan SekMen BUMN, Said Didu, yang menduga Karen mengundurkan diri karena tak kuat menghadapi tekanan. Atau Ekonom Faisal Basri yang memandang pengunduran tersebut ganjil (baca : ada sesuatu yang terjadi dan Karen sudah tidak betah dengan kondisi tersebut). Majalah Gatra yang terbit 21/08/2014 bahkan menjadikannya laporan utama dan memampang foto Karen segede gaban di cover depan dengan headline : Ada Apa dengan Karen.
Jangan heran pula bila ada yang beranggapan mundurnya Karen sebab mendapat tawaran sebagai Menteri. Atau mendapat ancaman dari Wapres terpilih -Jusuf Kalla- (meskipun sudah ada pernyataan dari JK langsung bahwa hal itu tidak benar). Atau mengaitkan resign Karen dengan rencana Pertamina menaikkan harga elpiji 12kg yang terganjal izin Pemerintah?. Atau menghubungkannya dengan tekanan mafia migas, masalah saksi ahli terkait kasus Rudi Rubiandini, ketidakjelasan sikap pemerintah dalam melindungi bisnis Pertamina, ketidakpastian pembangunan kilang baru, ribut dengan PLN, dan seabrek spekulasi lain. Bola salju akan terus bergulir.
KAREN TIDAK PERNAH MENGUMUMKAN RESIGN
Teringat perkataan Jim Morrison : Whoever controls the media, controls the mind. Sejatinya ia benar. Yang menjadi celaka adalah bahwa berbagai penilaian, opini maupun spekulasi merupakan produk dari mind. Dan media memegang peranan penting dalam mengendalikan mind jutaan masyarakat. Bila menengok ke belakang kita akan mendapati bahwa segala gonjang-ganjing saat ini muncul sebagai akibat dari pengumuman Karen yang menyatakan mundur sebagai Dirut Pertamina. Benarkah demikian?.
Media apapun (baik online maupun cetak) yang menulis bahwa Karen telah mengumumkan pengunduran diri ke karyawan Pertamina lewat media internal corporate broadcast adalah sebuah kesalahan pemberitaan. Dalam broadcast email yang dikirimkan ke seluruh pekerja Pertamina pada tanggal 18 Agustus 2014 pukul 16.16 WIB lalu, subject dalam email tersebut tertulis : Statement Ibu Karen Agustiawan. Kata ‘Statement’ sengaja saya garis bawahi agar menjadi perhatian. Kemarin (22/08/2014) statement Karen kembali di-broadcast ulang ke seluruh pekerja. Dari sini muncul dua pertanyaan. Pertama, mengapa Karen menggunakan kata ‘Statement” dalam perihal (subject) email tersebut?. Mestinya kata ‘Statement’ diganti dengan ‘Announcement’ jika memang beliau ingin mengumumkan sesuatu. Anak ingusanpun paham kalau pernyataan (statement) dan pengumuman adalah dua kata yang berbeda.
Pertanyaan kedua, mengapa Karen merasa harus memberikan statement kepada seluruh pekerja Pertamina?. Bukankah tahun 2013 lalu Karen juga pernah dua kali mengajukan pengunduran diri dan beliau tidak sampai mengeluarkan statement seperti sekarang. Sedemikian pentingkah statement tersebut sehingga harus di-broadcast selepas jam kantor dan hanya berselang sekitar 6 jam setelah Menteri BUMN mengumumkan di depan pers bahwa pihaknya telah menerima dan menyetujui surat pengunduran diri Bu Karen. Kini Anda semua sadar siapakah yang sebenarnya “mengumumkan” pengunduran diri Bu Karen. Bagi seorang Karen mengeluarkan statement itu sangat penting karena ia tidak ingin berita pengunduran dirinya membuat 15000 lebih pekerja Pertamina yang saat ini sedang ikhlas berjuang mati-matian membesarkan Pertamina menjadi kecewa atau mengalami demotivasi. Karen sangat mencintai para pekerjanya, itulah sebabnya ia merasa perlu mengeluarkan statement.
RESIGN HAL BIASA, KENAPA JADI LUARBIASA?
Seorang Profesor di Surabaya pernah menceritakan sebuah joke sedikit berbau rasis untuk menggambarkan sebuah perumpamaan : “Bila Anda melihat tikus lari, jangan cepat-cepat berasumsi tikus itulah problemnya. Mungkin, ada kucing yang mengejar. Kucing lari, mungkin ada anjing di belakangnya. Begitu juga anjing, mungkin ada si Fulan (joke-nya: menyebut satu suku di Indonesia) mengejar di belakangnya. Dan, juga, jangan mengira si Fulan masalahnya karena mungkin ada polisi di belakangnya.”. Joke ini memberikan penegasan pada kita bahwa selalu ada alasan dibalik segala rentetan kejadian. Begitu pula dengan “pengumuman” mundurnya Dirut Pertamina oleh Menteri BUMN yang dibayangi munculnya statement Karen untuk belasan ribu pekerjanya pada hari senin (18/08/2014) lalu.
Mengundurkan diri (resign) sebenarnya merupakan hal biasa dalam korporasi, namun kita dapat membuat pengecualian untuk polemik resign Karen ini.? Dari banyak pendapat yang sliweran diluar sana serta dari suara-suara di internal pekerja, saya mencatat setidaknya ada 5 hal yang menyebabkan mengapa ia menjadi heboh dan menimbulkan banyak spekulasi :
Pertama, karena kinerja Bu Karen selama ini luarbiasa bagus/berprestasi. Integritas dan track record-nya juga baik. Ia berhasil membawa Pertamina masuk Fortune 500 dan membukukan laba terbesar sepanjang sejarah. Karen juga sukses menjalin hubungan harmonis dengan berbagai pihak baik internal maupun eksternal terkait bisnis Pertamina. Bila kinerja Karen tergolong biasa atau ia terlibat skandal maka publik akan mafhum dengan pengunduran dirinya. Spekulasi tidak akan muncul.
Kedua, sebab Karen adalah CEO dari BUMN besar dan super strategis. Kita bisa bayangkan bagaimana negeri ini tanpa Pertamina. Atau bayangkan bila karyawannya mogok massal barang sehari atau dua hari saja : distribusi BBM mandek, kelangkaan dimana-mana, mobilitas masyarakat dan kegiatan ekonomi terhenti. Suplai Avtur akan terganggu, banyak pesawat tidak bisa mengudara. Bangsa ini berutang besar pada Pertamina, mestinya setiap dari kita bangga dan melindunginya.
Ketiga, sebab pengumuman persetujuan Menteri BUMN atas permohonan resign Karen terlalu dini. Bukankah telah disepakati kalau Karen mulai resign pada tanggal 01 Oktober mendatang? Artinya, masih sekitar 1,5 bulan lagi tapi sudah dipublikasikan. Ini berpotensi mengganggu banyak pihak, terutama para pekerja yang visi & semangat kerja kerasnya sudah terbentuk seritme dengan visi & semangat Bu Karen untuk membesarkan Pertamina menjadi world class company. Disamping itu bukankah sejarah mencatat kalau pergantian Dirut Pertamina adalah hal biasa dan lumrah? Jadi mengapa pula harus dikabarkan terlalu dini lebih-lebih dihadapan mass media.
Keempat, karena pengumumannya dilakukan oleh Menteri BUMN ditengah polemik pasca Pilpres dan pada masa transisi kepemimpinan nasional. Sesuai UU BUMN No. 19 tahu 2003 memang Menteri BUMN adalah yang paling berhak untuk melakukan perubahan terhadap orang nomor satu di Pertamina sekaligus mengumumkannya, namun mengingat masa transisi kepemimpinan nasional dan kedekatan Dahlan dengan lingkaran kekuasaan yang ada maka akan lebih meredam spekulasi publik jika yang mengumumkan pengunduran Karen adalah Sekretaris Kementerian BUMN atau dari pihak Humas Pertamina sendiri. Kegenitan Dahlan dalam merilis disetujuinya pengunduran Karen spontan berhasil menuai isu negatif dari beberapa pihak. Diantaranya yaitu : 1. Dahlan dinilai berusaha mengatrol kembali popularitasnya yang mulai menurun. 2. Memberi sinyal pada KPK agar menuntaskan “keperluannya” terkait Bu Karen sebagai saksi ahli pada kasus suap SKK Migas sebelum 01 oktober mendatang. 3. Ada pula yang mengaitkan dengan tujuan politis, yaitu sebagai penegas faktor kekuatan Dahlan untuk “bargaining” dengan para oportunis yang menginginkan jabatan kursi PTM 1 (Dirut Pertamina).
Kelima, karena banyak pihak memberikan statement lebay dan sotoy (sok tahu) dalam menanggapi mundurnya Karen. Padahal mereka tidak paham karakter lurus seorang Karen dan duduk persoalan sebenarnya. Pihak ini bisa atas nama individu maupun media massa dan menyumbang munculnya spekulasi di masyarakat. Contoh terbaru yakni Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang beberapa hari lalu menyatakan kalau hari jum’at (22/08/2014) Karen akan mengadakan press conference terkait alasan pengunduran dirinya. Rupanya Pak Menteri sedang ngelindur, sebab pada tanggal yang dinanti-nanti PT. Pertamina justru memberi penegasan bahwa tidak ada press conference di hari tersebut.
SIAPA PENGGANTI KAREN?
Dalam benak lima belas ribu pekerja Pertamina saat ini, siapa pengganti Karen tentunya jauh lebih penting ketimbang siapa pengganti Menteri BUMN yang jabatannya juga akan berakhir Oktober 2014 nanti. Siapapun penggantinya yang jelas Pertamina butuh sosok tegas, bersih, profesional dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi.
Proses pergantian Dirut Pertamina harus dicurigai ada tujuan terselubung sebab Pertamina merupakan salah satu BUMN terseksi yang 100 persen sahamnya dikuasai Pemerintah. Perebutan kursi PTM 1 cenderung panas dan sarat kepentingan. Harus diwaspadai munculnya scenario-skenario yang bisa merugikan kepentingan bangsa dan Negara.
Sudah bukan rahasia umum bahwa banyak dugaan Pertamina selalu dijadikan ATM politik oleh para elit politik dari partai politik yang berkuasa di Pemerintahan. Modus operandinya bisa macam-macam, diantaranya melalui fee pengadaan BBM impor, kongkalikong jasa proyek. pengadaan jasa angkutan kapal tangker serta transportasi darat, dsb. Hal ini diperkuat pula dengan dominasi monopoli mafia import migas dimana orang dan perusahaannya itu-itu saja yang diperbolehkan men-supply kebutuhan BBM ke Pertamina.
Oleh sebab itu, untuk menghindari kekhawatiran dan kecurigaan adanya motif politik dalam pemilihan Dirut Pertamina, Pemerintah harus melaksanakan proses pemilihan secara transparan dan jauh dari intervensi pihak oportunis manapun. Bila perlu bentuk tim atau panitia yang terdiri dari para pakar dan perwakilan pekerja Pertamina untuk menyusun kriteria dan menyeleksi pemimpin yang jelas dari semua targetan bisnis Pertamina.
Beberapa waktu lalu redaksi sebuah media online merespon terpilihnya presiden dan wapres Indonesia 2014-2019 dengan meluncurkan program Seleksi Menteri sebagai sumbangsih untuk kemajuan bangsa. Program ini mencoba menyeleksi figur-figur yang layak duduk di kabinet, dan memberi usulan lembaga-lembaga kementerian yang perlu ada. Seleksi menteri dilaksanakan secara objektif dengan melibatkan 3 unsur : Tim Pakar, Redaksi dan Masyarakat. Kalau sekelas redaksi media online saja mampu membuat terobosan untuk seleksi jabatan menteri, apatah lagi sekelas Kementerian BUMN untuk seleksi jabatan PTM 1?. Mari kita tunggu jawabannya.
Muhsin Budiono
Discussion
No comments yet.