“Bangsa ini tidak akan pernah besar selama rakyatnya malas menulis dan malas menerbitkan buku.”
Meski sudah memasuki era digital, namun jumlah buku yang diterbitkan di suatu negara menjadi salah satu tolak ukur kemajuan negara tersebut. Negara yang maju dan sejahtera masyarakatnya cenderung mencintai hal-hal yang berkaitan dengan tulis-menulis. Menurut statistik yang ada, negara kita dalam hal menulis dan menerbitkan buku masih tertinggal jauh dengan Negara-negara lain. Jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun (kompas.com, IBF, November 2012).
Jumlah produksi buku kita hampir setara dengan Vietnam dan Malaysia. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masing-masing negara tersebut, produksi kita tergolong rendah, Ini karena jumlah penduduk mereka hanya sepersepuluh dari jumlah penduduk kita Indonesia.
Belum lagi bila dibandingkan dengan Negara yang minat bacanya tinggi seperti Mesir, Tunisia,dan Maroko. Terlampau jauh mereka meninggalkan kita. Mesir dengan jumlah penduduk 80 juta jiwa mampu menerbitkan lebih dari 10.000 judul buku baru per tahun. Angka yang fantastis untuk jumlah penduduk yang sedemikian kecil dan angka buta huruf yang tergolong tinggi : 30%.
Pertanyaannya adalah mengapa banyak orang Indonesia yang tidak menulis/menerbitkan buku? Jawabannya bisa banyak : mulai dari tidak berbakat, sibuk cari duit, sibuk sekolah, belum punya ide nulis, sampai masalah pajak penerbitan buku bisa disangkut-pautkan menjadi alasan. Apapun jawaban yang bisa terpikirkan sebenarnya jawaban yang paling sederhana adalah : karena kita malas dan memang tidak ingin menulis buku.
Padahal sebuah buku bisa bertahan hingga ratusan bahkan ribuan tahun. Buku adalah “artefak abadi” yang bisa kita wariskan pada anak-cucu-cicit di masa depan. Seandainya Anda menulis buku maka ratusan tahun dari sekarang Anda masih tetap bisa “menyapa” dan menginspirasi cucu/cicit Anda meskipun jasad Anda sudah menjadi tulang-belulang di dalam kubur. Lebih lagi jika buku yang kita tulis ternyata bermanfaat dan membuat orang yang membacanya menjadi lebih baik. Silahkan Anda bayangkan sendiri pahalanya.
Berikut ini adalah ide sederhana. Ini gerakan sederhana, namun mewujudkannya belum tentu sederhana. Saya memiliki angan-angan bahwa gerakan ini akan menjadi salah satu cikal bakal munculnya Gerakan Nasional Indonesia Menulis Buku dalam jumlah yang sangat massif di masa mendatang. Apakah Anda seorang karyawan/pekerja yang ingin jadi penulis buku? Belum ada ide menulis buku apa namun punya kemauan kuat menulis buku? Atau punya ide untuk nulis buku tapi merasa sulit mewujudkannya? Atau barangkali Anda tidak minat menulis buku tapi mau berpartisipasi meningkatkan jumlah penulis di Indonesia? Kalau jawaban Anda adalah “Ya”, maka mengapa kita tidak bersinergi bersama untuk menulis buku?. Ayo gabung dalam gerakan ini.
Gerakan Satu Karyawan Satu Buku (SAKBUKU)
Dibentuk pada tanggal 18 April 2014.
VISI : Mewujudkan lahirnya 1000 (Seribu) Orang Penulis Buku yang berasal dari karyawan berbagai daerah di Indonesia
MISI :
- Membentuk komunitas karyawan menulis (KawanNulis) yang beranggotakan karyawan maupun staf perusahaan, lembaga pendidikan/non pendidikan, organisasi nirlaba serta organisasi masyarakat.
- Memfasilitasi media interaksi online sebagai sarana komunikasi, diskusi dan sharing knowledge/experience antar karyawan untuk belajar hal-hal terkait penulisan buku.
- Mengadakan pelatihan/workshop/seminar menulis buku untuk karyawan
- Membantu konsultasi dan pendampingan penulisan buku bagi karyawan yang ingin menulis maupun menerbitkan buku
BAGAIMANA CARA BERGABUNG DENGAN GERAKAN SAKBUKU?
Gampang. Silahkan isi formulir ini atau kirimkan biodata Anda (Nama, Alamat, Pekerjaan dan alasan bergabung) ke alamat : muhsinbudiono@gmail.com
It’s not just the books under fire now that worry me. It is the books that will never be written. The books that will never be read. And all due to the fear of censorship. As always, young readers will be the real losers. [Judy Blume]
Discussion
No comments yet.