Caution: Inovasi-inovasi dunia seperti kacamata, tas, perhiasan, make up, dll, -termasuk pula harganya- bukanlah hal yang menjadi sorotan dalam gambar dibawah ini, adapun yang ditekankan disini adalah hijab yang menyelisihi syar’i dan tidak sesuai dengan syarat-syarat hijab syar’i. Wallahu a’lam.
Setelah seharian berjibaku dengan urusan kantor seputar distribusi BBM dan saudara-saudaranya (Pertamax, Pertamax plus, Pertamina Dex, dll) malam ini saya mencoba menenangkan otak dengan membaca berita lewat internet. Jaman memang sudah berubah. Dulu waktu belum ada internet untuk bisa baca koran saya harus pinjam ke tetangga sebelah yang sehari-harinya memang berlangganan koran. Atau pergi ke perpustakaan umum yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari rumah. Atau meluncur ke agen koran terdekat di depan pasar sambil merogoh kocek barang seribu rupiah.
Inilah enaknya hidup di jaman internet : semua serba tersedia didepan mata. Dengan berbekal HP atau PC kita bisa menikmati sajian digital yang beragam : baca koran, nonton TV, lihat VCD/DVD, dengerin murrotal, menyimak kajian agama, baca buku, belanja elektronik, dengerin radio, dll. Susahnya adalah badan ini terasa memiliki mobilitas rendah dan sedikit pergerakan. Kualitas kesehatan bisa menurun.
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan –hafizhahullahu ta’ala- berkata:
Rasulullah –shallallaahu ‘alaihi wa sallam– bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِّنْ شَوَّالِ كَانَ كَمَنْ صَامَ الدَّهْرَ
“Barangsiapa telah berpuasa Ramadhan dan mengikutkannya dengan 6 (enam) hari dari bulan Syawwal maka ia seperti orang yang berpuasa setahun penuh.” HR Muslim
Dalam hadits ini terdapat keutamaan berpuasa 6 (enam) hari di bulan. Enam hari dari bulan Syawwal ini bagi siapa saja yang telah berpuasa di bulan Ramadhan, sehingga ia mengumpulkan 2 keutamaan sekaligus; puasa Ramadhan dan puasa 6 (enam) hari di bulan Syawwal.
Dalam hidup, terkadang –atau bahkan sering- kita jumpai kesulitan demi kesulitan datang silih berganti dengan kemudahan. Seakan-akan keduanya menjadi fitrah yang mewarnai perjalanan manusia mengarungi indahnya bahtera kehidupan sampai ajal datang menjemput. Bila Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan kesulitan atau kesempitan maka yakinlah terhadap satu hal : bahwa Allah tidak bertujuan menyengsarakan hamba-Nya. Kesempitan, bala’ dan musibah dititipkan Allah pada kita adalah untuk menguji kesabaran dan kesungguhan ibadah seorang hamba. Menggunakan kata ‘dititipkan’ sebab memang suatu saat ia akan diambil kembali untuk digantikan dengan sesuatu yang sudah Allah rencanakan untuk kita. Lantas, mengapa sabar dan kesungguhan ibadah yang diuji? Karena bagi Allah ibadah seorang hamba dikala berada dalam kesempitan seharusnya sama pula dengan ubudiyah hamba tatkala berada dalam kelapangan. Dihadapan Allah ketaatan hamba dalam keadaan dan kondisi yang tidak ia sukai seyogyanya tidak berbeda dengan ubudiyah hamba dalam perkara yang ia sukai.
You must be logged in to post a comment.