This article is not written by myself. It is a translation of an article titled “Paspor”, written by Rhenald Kasali, first published in the newspaper “Jawa Pos” on 8th of August 2011. Rhenald Kasali is an Indonesian academic and business practitioner and a professor (Guru Besar) of Management Science at the Faculty of Economics, Universitas Indonesia (UI). Hopefully this article could inspire myself and other people to open their eyes and see more of the world!
source : click here
Passport
Whenever I am lecturing, I always start by asking my students, how many of them have already owned a passport. Not surprisingly, only around 5% of them would raise their hand. However, when asked whether they have flown on a plane before, many more students would say yes. Almost 90% of my students have seen a cloud from the top, yet, most of our young people are only local traveler.
Therefore, instead of giving written assignments and papers like other lecturers, in my classes I begin by asking my students to complete the required paperwork and get a passport. Every student must have this ticket to the globalised world.
Kawan-kawan semua,
Kali ini saya akan menyajikan salah satu tulisan dari Prof. Rhenald Kasali yang saya sukai. Bahasanya sederhana, namun mudah dipahami dan mampu membangun logika cerdas. Isinya terkait kenaikan harga BBM yang masih terus akan menuai pro dan kontra di banyak pihak sampai Pemerintah mau mengambil langkah strategis non-populis yakni menaikkan harga BBM.
Rhenald Kasali merupakan salah satu tokoh yang saya kagumi. Beliau adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain bergerak sebagai akademisi, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini sangat produktif dalam menulis.Buku-buku yang ditulisnya selalu menjadi perhatian kalangan bisnis dan dikoleksi oleh banyak dan hampir semuanya menjadi best seller. Continue reading
Masih segar dalam ingatan saya ketika 10 bulan yang lalu membaca artikel tulisan Hazairin Sitepu (CEO Radar Bogor Group berjudul “Dua Jam Bersama Pak Dahlan Iskan” yang di dalamnya terdapat sindiran terhadap Dirut Pertamina (Bu Karen) yang terlambat menghadiri janji ketemuan dengan Pak Dahlan Iskan. Pak DIS (sapaan akrab Pak Dahlan) akhirnya membatalkan pertemuan dengan Bu Karen sebab setengah jam berikutnya Beliau memiliki agenda lain yang harus dipenuhi, yakni bertemu dengan Menteri ESDM.
“Wah, barangkali ini termasuk pencitraan negatif terhadap nama baik CEO Pertamina”, gumam saya dalam hati. Meskipun saya sangat yakin kalau Hazairin sama sekali tidak bermaksud demikian, tapi ranah intelektualitas orang awam agaknya sulit untuk memandang dengan jernih tulisan tersebut. Ya, itu cerita di tahun 2011; di tahun 2012 ini -tepatnya 24 Januari 2014- saya membaca artikel yang masih berhubungan dengan Pak DIS (sebab penulis artikel tersebut ya memang Pak DIS sendiri) berjudul Pergantian Direksi yang Sangat Bising. Dalam artikel yang bertema sentral Manufacturing hope ini Pak DIS menulis tentang riuhnya suasana penggantian direksi di perusahaan BUMN. Ternyata menjelang pergantian direksi muncul banyak manuver politik dan kasak-kusuk untuk mengangkat maupun menjatuhkan pamor calon yang diunggulkan. Sungguh, Anda harus membaca tulisan Pak DIS tersebut.
You must be logged in to post a comment.