Kerjasama itu omong kosong. Ya, Anda tidak salah baca. Jika di dalam tim dimana Anda berkutat ada anggota lain yang harus melakukan tugas/tanggungjawab Anda karena Anda tidak mau atau karena Anda tidak mampu mengerjakannya maka bersiaplah atas munculnya orang-orang yang kecewa yang menyebabkan tim itu tidak akan berhasil mencapai tujuan.
Mungkin Anda sanksi atau bahkan jengkel atas pernyataan teamwork is bullshit, sebab selama ini Anda bekerja dalam tim dan kekompakan tim sangat berarti besar bagi Anda. Bersabarlah, Anda akan memihak saya setelah melahap artikel ini.
Sebagai seorang Trainer yang telah berhadapan dengan lebih dari seribu karyawan dan terkadang harus merelakan waktu akhir pekan untuk berkeliling atau sekedar berdiskusi lewat surel dan telpon untuk menyampaikan materi followership; saya menyaksikan ratusan karyawan yang mengalami demotivasi hanya karena manajemen di tempat kerja mereka gagal memahami dan menerjemahkan makna teamwork. Sayang sekali bukan?. Disitulah kadang saya merasa sedih.
Saya juga seorang penulis buku yang senang sekali jika memasuki toko buku. Puluhan buku pasti saya bawa pulang bila sudah mampir di sebuah toko buku. Saya telah membaca sekitar 170 buku tentang teamwork management dan sebagian besar menuliskan bahwa tanpa kerjasama tim yang baik perusahaan akan kolaps. Atau buku-buku itu menyatakan kalau bisnis Anda akan berhasil hanya jika didukung oleh kerjasama yang hebat antara karyawan Anda. Semua penulis buku itu berdusta. Ya, membaca buku mereka hanya membuang-buang waktu Anda. Para penulis buku itu mayoritas adalah seorang trainer, pendiri lembaga pelatihan, konsultan bisnis, dosen terbang atau BOD perusahaan. Sosok yang sejatinya tidak pernah menjadi bawahan yang bekerja dengan giat dan loyal. Jika mereka pernah menjadi karyawan level bawah yang merangkak naik dengan alami dan susah payah, jelas mereka akan sadar bahwa kerjasama tidak mendatangkan hasil.
Ada puluhan dan bahkan ratusan trainer di Indonesia yang berkoar tentang pentingnya sebuah kerjasama tim lantas dengan entengnya memberitahu Anda bagaimana cara membangun tim yang baik. Lewat acara gathering, meniti tali baja di ketinggian, makan & joget bersama di hutan, tembak-menembak dengan peluru cat, menggotong teman melewati jaring laba-laba buatan, atau bermain klompen raksasa, para trainer jadul itu mengklaim mampu mengajari orang cara yang baik untuk bekerjasama dalam tim. Percayalah pada saya, mereka hanya menghabiskan uang perusahaan Anda melalui program pelatihan yang mereka tawarkan. Di program itu Anda mungkin terlihat akrab, bergandengan tangan-tertawa bersama dan bersenang-senang. Tapi semua itu tidak bertahan lama. Sekembalinya di kantor hanya beberapa hari setelah acara itu berakhir Anda akan kembali menampilkan karakter asli sebagai orang gajian yang ditekan oleh berbagai tugas, kompetisi dan tanggungjawab pekerjaan.
Saya pernah mendirikan lembaga pelatihan, menjadi project manager, sales konveksi, konsultan training, fasilitator trainer dan lebih dari 7 tahun terakhir bekerja berkarya sebagai jongos di sebuah BUMN perminyakan. Sedikit banyak saya memahami bagaimana program team building gagal dalam memberikan pengaruh signifikan pada pesertanya.
Kerjasama tim tidak membuahkan hasil sebab ada anggota tim yang tidak bekerja. Tidak diragukan lagi, akan selalu ada orang yang tidak melakukan bagiannya. Atau ia melakukan bagiannya tapi bagian itu porsinya terlalu kecil dibanding bagian anggota lainnya. Ya. ketidakadilan. Keseluruhan konsep dari sebuah tim melakukan pekerjaannya akan hancur jika ada orang yang harus menyelesaikan pekerjaan orang lain agar target pekerjaan itu selesai. Anda akan menemukan banyak sekali kekecewaan.
Barangkali Anda adalah salah satu orang yang dengan ikhlas telah menyelesaikan pekerjaan para pemalas itu. Anda mengambil bagian tugas rekan satu tim yang tidak bekerja baik dan merelakan diri Anda bekerja lebih ekstra hanya karena Anda ingin tim Anda berhasil mencapai tujuan. Mengapa saya tidak menyebut Anda seorang pemalas atau dalam kasus ini saya yakin bahwa Anda adalah ‘si orang baik’ di dalam tim?. Sebab Anda telah berkenan membuka situs saya dan membaca artikel ini. Para pemalas cenderung menyiakan waktunya untuk bermain sosmed dan bersantai dengan kolega atau anggota keluarga. Mereka lebih enjoy mengistirahatkan pikiran, menghindari pekerjaan dan tanggungjawab untuk membaca buku atau artikel pengembangan diri. Singkat kata, mereka malas berkembang. Anda tidak.
PENGAKUAN INDIVIDU, BUKAN TIM
“Tidak ada I dalam kata TEAM, namun bila Anda mengacaknya, disitu ada ME.”
[Gregory House, MD]
Dalam kata TEAM memang tidak kita temukan huruf “I” (saya). Adanya hanya T, E, A dan M. Inilah kuncinya. Tidak adanya “I” dalam kerjasama tim menjelaskan pada kita bahwa fokus sebenarnya bukan tentang tim itu sendiri, melainkan tentang “I” atau “saya selaku individu”.
Ayolah, semua orang pasti ingin mendapatkan pujian atau pengakuan individual atas kerjakerasnya. Sejujurnya kita tidak terlalu peduli tentang kondisi timnya sendiri. Bila Anda kurang setuju dengan kalimat yang saya cetak tebal barusan, maka saya dapat menebak dengan tepat termasuk jenis karyawan yang bagaimana Anda sebenarnya. Anda adalah orang yang kinerjanya biasa-biasa saja, yang senang bersembunyi di antara banyak orang dan merasa puas karena orang lain tidak mengenali bakat pribadi Anda. Sebab Anda memang tidak memiliki bakat atau potensi pribadi. Dalam korporasi yang menerapkan Talent Based Management System Anda akan segera tersingkir.
Lantas apakah kita tidak perlu menciptakan sebuah tim?. Terus terang, bila Anda berperan sebagai atasan atau penentu kebijakan perusahaan lebih baik Anda menciptakan kelompok (bukan tim) yang memiliki tujuan bersama yang terdiri dari beberapa karyawan bintang. Dalam buku “The Jongos Ways” karyawan bintang yang memiliki bakat/potensi pribadi yang unggul nan unik ini saya sebut dengan istilah “Jongoszers”. Setelah kelompok istimewa itu terbentuk biarkanlah karyawan bintang itu memanfaatkan potensi (keunikan) mereka dengan sebaik-baiknya sementara karyawan bintang lain melakukan hal yang serupa.
Rasa saling percaya untuk menghargai bakat dan potensi satu dengan yang lain akan membantu mereka mencapai tujuan bersama lebih cepat serta membuat mereka mampu menonjol secara pribadi yang dalam hal ini baik untuk ego mereka. Ini juga akan menjawab mentalitas “apa untungnya bagi saya bila tim ini berhasil mencapai tujuan?”. Mentalitas yang dimiliki semua orang. Sebab karyawan bintang tidak ingin diakui setengah-setengah, apa lagi harus berbagi pujian dengan karyawan lain (si pemalas tanpa bakat) yang tidak memberikan kontribusi apapun dalam tim.
Discussion
No comments yet.