Kawan-kawan semua,
Ini sedikit “bocoran” isi buku ke-2 saya “The Jongos Ways (TJW) : Pekerja Tangguh yang bahagia dan penuh manfaat itu Anda”, yang insya Allah bulan depan naik cetak ke penerbitan. Well, mungkin Anda bertanya, kenapa harus dibocorin sih Mas? Kan jadi percuma kalau bukunya nanti terbit. Sebenarnya di dunia ini tidak ada yang percuma. Sedikit “bocoran” saya harap bisa mengobati rasa penasaran atau curiosity mereka-mereka yang selama ini mempertanyakan isi dari buku TJW. Wah, pede banget nih, emang yang penasaran sama buku TJW banyak banget ya Mas? He..he ^_^
So…tidak perlu berpanjang-lebar lagi, berikut ini saya sajikan “bocorannya”. Selamat membaca.
Enggan Menjadi Jongos sampai Pensiun
Tulisan ini saya buat gara-gara ejekan dari teman saya yang seorang entrepreneur. Dalam berwirausaha ia memang sukses, meski cuman lulusan SMA. Sempat kuliah beberapa semester namun kandas di tengah jalan karena mengikuti kata hatinya untuk berbisnis.
”Ngapain Sampeyan nulis buku tentang Jongos kayak gini. Menyesatkan banyak orang. Jadi Jongos itu nggak enak, Mas!. Disuruh-suruh orang. Hidupnya dikendalikan perusahaan. Nggak merdeka. Sama seperti hamba sahaya. Lebih baik berwirausaha. Mestinya Sampeyan nulis buku supaya para Jongos keluar dari kerjaan mereka terus bisa jadi wirausaha. Nah itu lebih baik”, begitu kata teman saya ini.
Busyet, saya dituduh menyesatkan banyak orang. Yah, begitulah resiko seorang penulis buku. Tapi ini menarik untuk dibahas. Buat Anda yang memiliki pikiran sama dengan kawan saya diatas, maka saya tidak menyalahkan Anda. Hanya saja disini saya harus mengutarakan bahwa jalan dan pilihan hidup setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang harus berproses tahap demi tahap untuk kemudian menjadi matang dalam segala hal -termasuk dalam hal pekerjaan-. Ada orang yang senang trial and error, jatuh bangun dalam mencari nafkah dengan resiko keluarganya hidup pas-pasan atau bahkan mlarat. Atau ada yang memang memiliki panggilan hati sebagai pedagang/berwirausaha. Ada pula pribadi yang memang ”terlahir dengan sendok emas dimulutnya” sehingga jalan menjadi pengusaha demikian terbuka lebar dihadapannya.
Sebagai orang bijak adalah tidak etis bila langsung membabi buta menyalahkan pilihan orang lain untuk bekerja di perusahaan atau orang kantoran. Sudah babi, eh buta lagi. Nggak enak khan.
Coba bayangkan kalau semua orang di Indonesia tercinta ini berprofesi sebagai pedagang atau entrepreneur. Siapa yang akan menjalankan roda pemerintahan atau birokrasi? Siapa yang akan memajukan BUMN? Siapa yang akan mendidik dan mengajar di sekolah-sekolah? Siapa yang merawat dan mengobati Anda di rumah sakit? Siapa yang akan mengantarkan surat kabar di pagi hari ke rumah Anda? Siapa yang membereskan sampah di perumahan tempat Anda tinggal? Siapa yang akan men-service kendaraan Anda saat butuh perbaikan? Siapa yang akan mengatur lalu lintas dijalanan yang padat? Siapa yang menjaga keamanan di kantor, toko atau pabrik Anda?. Siapa?
Saya sangat menghargai nasihat kawan diatas dan mereka-mereka yang berprofesi sebagai wirausahawan. Memang ada benarnya kalau dalam hidup yang cuma sekali ini kita mesti memiliki mental entrepreneurship. Menurut penelitian, seorang pekerja, pegawai negeri, staf perusahaan, profesi ahli, birokrat dan jongos yang memiliki mental entrepreneurship akan lebih berkualitas dan lebih cekatan ketimbang mereka yang tidak berjiwa entrepreneur sama sekali. Dalam hal self confident, membuat keputusan, menganalisa, dan mengambil resiko ia akan lebih ”mak nyuss”.
Maka dari itu jangan mau jadi jongos atau karyawan sampai pensiun. Apalagi sampai seumur hidup. Selagi ada kesempatan, asahlah kemampuan entrepreneurship Anda. Cobalah membuka usaha kecil-kecilan, beli franchise atau apapun yang dapat membuka mata Anda pada dunia wirausaha. Sebab betapapun nikmatnya pekerjaan yang digeluti sekarang, ada saatnya nanti Anda akan pensiun. Atau bisa pula sewaktu-waktu tempat kerja kolaps, Anda terpaksa ”dirumahkan”. Berwirausaha itu penting bagi kita semua.
Cobalah tengok nama-nama berikut : Steve Martin, Bob Sadino, Andrie Wongso, Michael Moore, Ray Kroc, Konosuke Matsushita, Simon Cowell, Dave Thomas, Harry Truman, George Eastman dan Rockefeller. Bacalah biografi mereka. Siapa sangka, sebelum menjadi pengusaha besar dan terkenal seperti yang kita tahu sekarang ternyata mereka pernah ”mencicipi” bekerja sebagai karyawan, staf perusahaan dan bahkan jongos.
Dengan begini maka permasalahan utamanya bukan terletak pada apakah Anda seorang entrepreneur atau bukan. Yang harus digaris bawahi adalah apakah pekerjaan atau profesi yang Anda jalani saat ini mampu memberi manfaat dan nilai tersendiri bagi Anda?. Apakah pekerjaan itu mendewasakan Anda?. Apakah pekerjaan itu ”menghidupkan” jiwa Anda?. Apakah pekerjaan itu menumbuhkembangkan bakat dan potensi Anda?. Apakah pekerjaan itu merenggangkan hubungan kasih sayang dan perhatian pada keluarga/rumah tangga Anda? Dan yang paling penting : apakah pekerjaan itu semakin mendekatkan diri Anda pada Tuhan atau justru sebaliknya, membuat Anda semakin jauh?. Mari tanyakan hal-hal diatas pada diri kita dan jawablah dengan jujur. Semoga kita tidak menjadi jongos sampai pensiun.
Tetap istiqomah,
muhsin budiono
Saya mengenal mas Muhsin cukup lama, belajar dari Beliau tentang banyak hal. Tanpa buku ini pun saya ingin mengucapkan rasa terima kasih saya yang mungkin tidak bisa membalas apa yang sudah diajarkannya. apalagi dengan Buku ini, ingin rasanya saya belajar kembali bagaimana & apa itu Entrepreneurship serta bagaimana bisa saya istiqomah dalam melakukan banyak hal seperti yang mas Muhsin lakukan. Semoga kebaikan selalu berada di sekitar orang-orang yang melakukan kebaikan. -Kiki Kurniawan-
LikeLike