Sebongkah emas bertemu dengan sebongkah tanah.
Emas lalu berkata pada tanah, “Coba lihat dirimu, suram dan kotor, apakah engkau dipuji banyak orang dan memiliki cahaya mengkilat seperti aku…..?. Apakah engkau berharga seperti aku……?”.
Tanah pun dengan tenang menggelengkan kepala dan menjawab, “Aku bisa menjadi media yang menumbuhkan bunga dan buah, menumbuhkan rumput dan pohon, menumbuhkan tanaman dan tempat hidup bagi banyak binatang, apakah kamu bisa……. ?”.
Emas pun terdiam seribu bahasa.
Kawan,
Kisah diatas hanya ilustrasi, namun dalam hidup ini pun banyak orang yang seperti emas yang berharga, menyilaukan tetapi tak lebih hanya sekedar pajangan, perhiasan dan sedikit manfaatnya bagi sesama.
Sukses dalam karir, banyak harta/kekayaan, rupawan dalam paras, ilmunya tinggi, jaringannya luas tapi sukar membantu apalagi peduli.
Tapi ada juga yang seperti tanah. Posisi biasa saja, barangkali cuma seorang jongos, namun bersahaja dan ringan tangan siap membantu kapanpun.
Makna dari kehidupan bukan terletak pada seberapa bernilainya diri kita, tetapi seberapa besar manfaat kita bagi orang lain.
Jika keberadaan kita dapat membawa kebaikan bagi banyak orang, in syaa Allah itu pertanda hidup ini bernilai.
Apalah gunanya kesuksesan bila itu tidak membawa manfaat bagi orang lain disekitar kita.
Apalah arti kemakmuran bila tidak berbagi pada yang membutuhkan.
Apalah arti kecerdasan bila tidak menularkan inspirasi bagi orang sekeliling.
Karena hidup adalah proses, ada saatnya kita memberi dan ada saatnya kita menerima.
So, Anda memilih jadi emas atau kah tanah?. Atau jadi tanah yang mengandung emas?.
.
.
.
Bis Damri menuju CGK airport,
(dari berbagai sumber).
You must be logged in to post a comment.