
Tragedi banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025 adalah narasi pilu tentang alam yang marah dan tata kelola yang lalai. Secara faktual, bencana ini telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Dengan setidaknya 940 orang meninggal dunia dan 521 orang dinyatakan hilang, 5000 lebih luka-luka serta kerugian mencapai Rp 68,67 triliun, dampaknya jauh melampaui kemampuan penanganan daerah. Publik mencatat bahwa respons pemerintah terhadap bencana lintas provinsi ini terasa reaktif, terfragmentasi, dan tak sigap.
Pertanyaan fundamentalnya adalah: mengapa di tengah skala kerusakan yang masif di 50 kabupaten/kota, wewenang penuh Presiden untuk menetapkan status Bencana Nasional (sebagaimana diamanatkan Pasal 51 ayat 2 UU 24/2007) tak kunjung digunakan?.
Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola migas yang melibatkan PT Pertamina telah menjadi sorotan utama sejak awal tahun ini. Namun, seiring bergulirnya persidangan perdana pada 9 Oktober 2025 lalu, terdapat kebenaran pahit yang terkuak: kerugian terbesar yang dialami Pertamina justru datang dari kehancuran citra yang disebabkan oleh narasi publik yang tidak akurat.
Klarifikasi terbaru otoritas penegak hukum —bahwa istilah “BBM Oplosan” dan klaim kerugian hingga “Rp1 Kuadriliun” secara implisit maupun eksplisit tidak terdapat dalam dakwaan resmi Jaksa Penuntut Umum (JPU)— telah menyingkap ironi serius.


Jam di layar HP menunjukkan pukul 00.25 WIB. Saya sedang menunggu boarding penerbangan ke Taiwan di Gate 1, Terminal 3 SKH, Soekarno Hatta Airport. Kenalan sama anak Magetan. Sebut saja namanya Agus. Sambil ngecharge HP di salah satu tower charger boarding room ia menyapa dan mengajak saya ngobrol duluan.
Kebetulan saya juga sdng ngecharge HP.
“Mas, tujuan ke Taipei juga kah?. Ini benar di Gate 1 ya?”. (Sambil menunjukkan tiketnya).
“Iya benar. Baru pertama keluar negeri ya Mas”, tanya saya balik.
Ia pun mengangguk.
“Sampeyan pasti orang Jawa Timur”, tebak saya.
“Inggih Mas. Logatku ngetarani yo Mas?.”.
Ternyata Agus asal Magetan. Desanya di daerah Parang. Dekat sama sirkuitnya Mario Aji, pembalap Moto2 GP asal Indonesia.
Agus lulus SMA thn 2023. Dia ke Taipei hendak kerja. Ngadu nasib. Orangtuanya hidup pas2an. Bapaknya meninggal sejak ia kelas 2 SD. Selang beberapa tahun kemudian Ibunya menikah lagi. Agus kini meninggalkan Ibunda bersama Ayah tirinya.
“Kok berani kerja diluarnegeri Mas?. Tempat kerjanya sudah jelas kah?. Jalur resmi atau bagaimana?”, kejar saya penasaran.
Agus menjawab dengan tenang. Tanpa ada kekhawatiran ditipu atau kemakan scam.
Ia daftar lewat PT yang direkomendasikan oleh Kakak sepupunya. Seingat saya Nama PTnya Blue diamond atau sejenisnya. Nah, kakaknya Agus ini kebetulan juga PMI (Pekerja migran Indonesia), tapi kerja di Korsel. Gajinya?. Jangan tanya. Meski cuma lulusan SMA tapi kalau sama lemburan angkanya bisa nembus sampai 50juta. Padahal kerjanya “cuma” bersihkan botol dan wadah kaca di perusahaan lokal. Saya tidak tanya lebih lanjut, tapi kemungkinan berhubungan dengan bahan kimia tertentu untuk membersihkannya.
(3 Minutes reading)

Kendati tergolong pribadi jenius dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata kolega sebayanya, Benjamin Franklin tak serta merta jumawa atau merasa lebih pintar. Franklin sadar bila ia pintar, namun ia juga cukup cerdas untuk menyadari bahwa ia tak mungkin benar tentang segala hal. Inilah mengapa dalam setiap membangun argumen atau men-challenge pendapat, Franklin selalu menyampaikan kalimat “pengantar” berbunyi: “I could be wrong, but…”, sebelum mengutarakan gagasan pokoknya.
Continue reading
Tak peduli berapa lama ia sanggup hidup di hutan atau padang rumput, Singa terhebat sekalipun, pada akhirnya harus menyerah pada usia. Suka atau tak suka, singa terkuat pada saatnya nanti akan menyerahkan nasib pada alam atau kebuasan hewan lain. Lalu mati dengan menyedihkan. Boleh saja kita menganggap itu tak adil atau kejam, namun begitulah dunia.
Continue readingIni tulisan yang saya buat untuk salah seorang penanya dalam sesi Q&A pada followership webinar sebuah BUMN di Jakarta. Semoga bermanfaat. Salam Followership!.
PERTANYAAN: Selamat siang mas Muhsin, salam kenal nama saya Indra, kebetulan kita satu almamater juga di ITS, Mas. Pagi tadi saya menyimak materi mas Muhsin di webinar M***Talks. Terima kasih banyak atas sharingnya, namun ada yang ingin saya tanyakan. Tadi dijelaskan dalam mengembangkan followership dikehidupan pribadi, kita harus mengenal 2 point yaitu apa yang mau dicapai dan menyadari apa kelebihan kita.
Pertanyaannya, ketika kita sudah berkerja keras seperti saat ini, banyak hal yang mau dicapai, baik dalam hal karir, rencana usaha, keluarga, dan juga capaian kesehatan diri. Bagaimanakah caranya memilah prioritas hal yang untuk dicapai?. Pertanyaan selanjutnya saya kadang masih ragu dengan apa sebetulnya kelebihan saya. Bagaimanakah menemukan solusinya?. Terimakasih atas jawabannya mas.
Continue readingDalam berbagai kesempatan diskusi serius maupun obrolan santai di warung kopi, saya selalu memikirkan bagaimana caranya mengajarkan followership sedini mungkin ke generasi muda Indonesia. Bila perlu ke anak SD atau TK sekalipun. Semakin dini mereka mengenal konsep interdependensi Leadership dan Followership tentunya akan semakin baik. Agar informasi yang diterima sejak kecil hingga dewasa tidak berat sebelah ke wacana-wacana Leadership saja. Kalau ada leader tentunya ada follower. Harapannya ketika dewasa nanti anak-anak kita memahami konsep ketergantungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang siap memimpin dan juga siap untuk dipimpin.
Bersama seorang kawan yang berpengalaman belasan tahun membuat ilustrasi, karikatur maupun gambar kartun/animasi pada akhirnya muncullah Leda & Folla. Karakter kartun yang merupakan kakak beradik kembar fraternal yang memiliki curiousity besar untuk mempelajari leadership-followership. Dengan kehadiran Leda & Folla kami berharap belajar followership-leadership akan lebih menarik dan simple. Terutama untuk segmentasi anak dan remaja. Oh iya, ini baru seri pertama dari serial belajar followership dimana targetnya akan dibuat sebanyak 20 seri. Mohon doa dan support Kawan2 semua agar kami bisa terus berkarya dan meyelesaikan serial Leda & Folla secepatnya. Terimakasih, salam Followership!.
Continue readingBeberapa waktu lalu saya menghadiri online meeting bincang-bincang santai namun meaningful. Judulnya C-level Talk. Acara virtual ini konsisten menghadirkan sosok para eksekutif korporasi swasta maupun non swasta, profit maupun nirlaba untuk sharing knowledge, cerita karir, tips & trick leadership, dll. Dibelakang C-level Talks ada Career Coach René Suhardono. (Suhardono ya, bukan Budiono. 😀). Nama yang tak asing lagi di dunia pengembangan diri dan korporasi. Beliau sendiri juga rutin menjadi host saat sesi berlangsung. Kebetulan waktu itu yang menjadi narasumber adalah Bu Dian Siswarini, President director XL Axiata – a mobile telecommunications services operator company.

Pertamina Corporate University Gelar Bedah Buku bersama Pakar Followership asal Kanada

Mengoptimalkan peran followers dalam pembangunan adalah tantangan tersendiri yang sangat menarik bagi para leaders di zaman yang sudah serbacanggih ini. Hal tersebut dikupas dalam empat episode sharing session daring bertajuk #SimakKamis seri Sustainable City tentang leaders-followers relationship yang diadakan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada bulan Agustus.

You must be logged in to post a comment.