Para karyawan bintang yang berkumpul dalam satu kelompok dengan tujuan sama masih tetap harus bekerja bersama. Karyawan bintang akan semangat dan senang mengerjakan bagiannya apabila ia melihat ada karyawan bintang lainnya yang kapabilitas/kompetensinya dihargai atau telah teruji sebelumnya. Singkatnya, mereka senang sekali bila bisa bekerja bersama dengan karyawan bintang lain yang mampu melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kondisi seperti ini maknanya bukan lagi kerjasama tim, melainkan tujuan bersama yang diselesaikan oleh sekelompok orang yang memiliki kompetensinya masing-masing, yang mengerjakan dengan baik tugasnya masing-masing, yang bertanggungjawab atas tugas mereka, dan menerima pujian sebab menyelesaikan tugas mereka.
Mayoritas karyawan bintang bukanlah orang yang bisa bekerjasama dengan baik. Mengapa mereka harus bekerjasama dengan baik jika timnya terdiri dari orang-orang yang tidak kompeten dan melakukan pekerjaan dengan biasa-biasa saja. Karyawan bintang tidak begitu suka membagi pusat perhatian, sebab sejatinya memang tidak perlu. Mereka harus menerima pujian atas pekerjaan mereka sendiri, sementara yang lain juga menerima pujian atas pekerjaan mereka sendiri.Dan atasan mereka juga akan memperoleh pujian sebab telah memilih orang yang tepat dalam kelompok serta membimbing semuanya berjalan dengan baik.
Alkisah di sebuah perusahaan plat merah yang memiliki banyak karyawan bintang tiba-tiba iklim kerjanya menjadi tidak kondusif. Karyawan bintang yang ada mengalami demotivasi atau berubah apatis terhadap perusahaan. Penyebabnya ternyata sepele : Top Management perusahaan itu beberapa tahun terakhir menyewa konsultan asing untuk terlibat dalam perubahan budaya kerja. Celakanya yang selalu mendapat pujian dan lebih dipercaya ide-idenya adalah para konsultan asing itu. Top management yang cenderung berada diatas menara gading rupanya kurang paham (baca : menutup mata) kalau ide-ide cerdas para konsultan asing itu berasal dari hasil diskusi, wawancara dan observasi pada para karyawan bintang yang berada di lapangan/area operasional. Konsultan tersebut hanya pandai dalam mengemas ide milik karyawan bintang dan menyajikannya dalam bentuk presentasi yang cantik ke dewan direksi.
Sayangnya ide yang persis sama apabila dilontarkan oleh karyawan bintang maka cenderung diragukan dan tidak dipercaya begitu saja, namun bila si konsultan yang menghantarkannya maka bisa lain cerita. Ini membuat karyawan bintang sakit hati dan pada akhirnya justru menjaga jarak dengan para konsultan. Apalagi disinyalir kalau konsultan asing yang ada tersebut sarat kepentingan dan ditunjuk tanpa melalui mekanisme yang benar. Kekecewaan dan demotivasi terjadi sebab Top management tidak memberikan celah untuk karyawan bintang menunjukkan kehebatannya. Saya berpendapat kalau karyawan bintang diperusahaan tersebut sejatinya tidak membutuhkan konsultan. Terlebih lagi konsultan asing yang tidak memahami budaya timur dengan baik. Yang mereka butuhkan hanyalah kesempatan dan kepercayaan dari manajemen puncak. Karyawan bintang ingin terlihat hebat. Maka izinkanlah dan beri mereka celah.
Karyawan bintang adalah pribadi penuh terobosan, pribadi mengejutkan dan mudah jenuh. Mereka biasa bekerja dengan cara-cara yang tidak biasa. Dan mereka seringkali bosan menunggu rekan-rekannya yang bekerja lambat. Karyawan bintang cenderung menciptakan kecepatan mereka sendiri, yang biasanya jauh di depan karyawan non bintang yang kecepatannya bisa diprediksi : Woles, Bro.
Jangan membuat karyawan bintang mendapat tugas ekstra berupa kewajiban moral untuk turut mendorong kinerja rekan-rekan mereka agar memiliki kecepatan yang tidak woles hingga tujuan tim tercapai. Ini akan menimbulkan ketidakpuasan, keputusasaan dan kemarahan hingga akhirnya sang karyawan bintang dihadapkan pada sebuah opsi : Tetap berada dalam tim dan membiarkan orang-orang woles itu mendapat pujian atas kerjakeras saya ataukah saya lebih baik menyeberang ke tempat lain yang terang-terangan memuji dan menghargai kompetensi/bakat saya.
Kalau Anda sebagai atasan dan melihat adanya karyawan bintang maka janganlah menahan kecepatan mereka atau memintanya untuk menyesuaikan kecepatan dengan rekan-rekan lain yang kinerjanya biasa-biasa saja. Sebab permintaan Anda itu akan membuat karyawan bintang menjadi marah dan melambat. Mereka tidak akan menghargai atasan yang mempertahankan atau mentolerir orang-orang berkinerja buruk dalam satu tim. Atasan yang ‘lunak’ pada akhirnya membuat para karyawan bintang hilang kepercayaan, tidak mampu lagi melihat goal bersama dan terkoyak keyakinannya dalam berproses sehingga ujung-ujungnya mereka menjadi karyawan biasa-biasa saja atau bahkan menjadi karyawan frustasi yang penuh kekecewaan.
Nah, kini Anda telah paham bagaimana masalah ketidakadilan dapat membuat kinerja tim menjadi sia-sia dan bahkan menumpuk kekecewaan demi kekecewaan. Bagaimanapun jua, saya berharap Anda tetap menjadi karyawan yang mendapatkan pujian atau penghargaan memang karena Anda pantas menerimanya, bukan karena orang lain telah berhasil mengerjakan tanggungjawab pekerjaan yang mestinya Anda kerjakan. Namun demikian kita hidup di negara yang berbagai hal ajib nan ajaib bisa terjadi. Bahkan hal yang tidak masuk akal sekalipun. Boleh jadi Anda tidak mendapat pujian meskipun sudah bekerjakeras dan menyelesaikan tugas dengan baik. Esok harinya Anda baru sadar kalau yang memperoleh pujian justru rekan kerja yang tempat duduknya diseberang meja Anda hanya karena ia adalah keponakan dari salah seorang komisaris utama di perusahaan tempat Anda bekerja. #Disitulah kadang saya merasa sedih. 🙂
Sumber :
Winget, Larry. 2007. It’s Called Work for a Reason!; USA : Gotham Books.
Budiono, Muhsin. 2013. The Jongos Ways. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo
Discussion
No comments yet.