Ini “oleh-oleh” dari sarapan pagi di dunia maya. Dari berita di situs resmi Kompas saya mendapat wacana cukup apik dari pernyataan yang diberikan para tokoh nasional yang saat ini ditawari ikut andil dalam konvensi capres Partai Demo**** untuk pemilu 2014 mendatang. Menyodorkan artikel ini bukan berarti saya sepenuhnya menyukai dunia politik yang cenderung “nggak jelas” itu. Anda pasti sudah mafhum, dalam dunia politik tidak ada yang benar-benar hitam dan tidak ada pula yang benar-benar putih. Semua serba abu-abu. Perlu kecerdasan, modal kuat, mental baja, awareness yang tinggi, dan kadang juga sifat licik bila Anda berniat terjun serius dalam dunia yang satu itu.
Terus terang saya termasuk orang yang apatis dan skeptis terhadap dunia perpolitikan di negara ini. Sulit menemukan produk politik dan politikus yang benar-benar amanah bisa dipercaya. Sekarang ini tokoh politik yang kesehariannya terlihat alim, jujur dan bersih dimata Anda boleh jadi mendadak membuat jantung dan perut Anda mual ketika dikemudian hari ia tertangkap basah oleh KPK. Apalagi kalau penangkapannya dibumbui beberapa kisah asmara dan sosok wanita-wanita cantik nan bening. Betapa terkhianatinya hati ini.
Namun demikian, bagaimanapun jua harapan itu masih ada. Setitik cahaya selalu bisa dirindu-nantikan ditengah pekatnya kegelapan. Kembali ke pokok artikel kita, dibawah ini Anda akan membaca jawaban dari salah satu tokoh muda nasional yang memutuskan untuk ikut konvensi Calon Presiden Partai Demo**** untuk Pemilu 2014. Yang kita soroti bukan masalah konvensinya, namun jawaban mengapa ia sudi menerima tawaran dari partai tersebut?
Disini kita belajar tentang leadership. Tentang kepemimpinan. Saya tidak akan menjelaskannya secara rinci, sebab dengan langsung membacanya Anda sudah mampu mencerna maksud yang ada dengan baik.
Tetap istiqomah,
muhsin budiono
JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrat tengah jadi sorotan oleh publik setelah para elitenya terjerat kasus korupsi. Di tengah pandangan miring itu, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengaku menyadari konsekuensi yang harus diterimanya saat memutuskan ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat untuk Pemilu 2014.
Sebelum menerima tawaran itu, Anies mengaku sadar bakal muncul kontroversi, kritik, cacian, hingga hinaan terhadap dirinya. Benar saja, setelah secara terbuka mengumumkan bersedia mengikuti proses Konvensi, Anies mengaku perkiraannya itu terjadi. “Banyak sekali pertanyaan yang muncul seperti diduga. Kenapa Demokrat? Iya ya, kenapa Demokrat? Saya pikir baiknya (parpol) yang mana ya? Enggak ada juga. Ya sudah (menerima),” kata Anies dalam pidato di acara Syawalan Alumni HMI-MPO di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Sabtu (31/8/2013). Anies menambahkan, banyak orang selalu membandingkan berbagai hal dengan kesempurnaan.
Jika Demokrat dianggap kotor, Anies berpikir kelurahan, kecamatan, hingga kementerian mana yang bersih? Begitu pula dengan perusahaan swasta. Meski ada yang bersih, kata dia, tetapi jumlahnya minim. “Lalu, apakah saya harus menunggu semuanya sempurna, tata kelolanya, baru kemudian saya masuk? No, itu namanya ceremonial leadership. Kita di-training dulu untuk apa? Menjadi fighting leadership. Kita ini ingin jadi petarung. Kita hadir untuk bertarung, kita hadir untuk ikut mendorong perubahan,” kata Anies disambut riuh tepuk tangan alumni HMI.Jika beberapa tokoh menolak ikut konvensi dengan berbagai alasan, Anies mengaku bakal terus maju. Alasannya, ia memutuskan ikut konvensi bukan semata-mata atas dasar hitungan untung rugi. Meski demikian, Anies tetap menghormati keputusan penolakan lantaran itu hak mereka.
Discussion
No comments yet.